Gedung Pondok Pesantren

Suasana belajar

Suasana belajar

Sabtu, 20 Desember 2008

Konsep Sekolah Berbasis Karakter

Konsep sekolah kini tidak bisa lagi sekedar berbasis kompetensi akademik. Sesuai perkembangan zaman, para siswa bukan hanya dituntut pintar secara akademik, tapi juga harus peka lingkungan dan berkarakter. Konsep itulah yang seharusnya sudah mulai diantisipasi pihak sekolah.
Kunci sekolah berbasis karakter adalah penanaman tiga hal pokok pada siswa. yakni, konsep diri, perilaku, serta motivasi. Hal itu, lebih tepatnya mulai diterapkan sejak sekolah dasar (SD). Adapun cara agar ketiga hal tersebut terserap oleh siswa secara efektif adalah dengan mengintegrasikan dalam proses belajar mengajar (PBM) setiap hari di sekolah. Contoh pelajaran Biologi, siswa jangan hanya diterangkan mengenai kenapa burung bisa terbang, tapi juga apa yang harus dan tak boleh kita lakukan pada burung. Begitu pula dalam pelajaran Sejarah, siswa tidak hanya diajari bagaimana cara menghafal, tapi juga harus dibina untuk mengetahui manfaat pelajaran itu sendiri. Siswa akan berkembang jika cara pengajarannya seperti itu. Diharapkan tanggung jawab akan muncul dari siswa.
Sosok yang paling berperan dalam penerapan konsep ini bukan hanya guru, tapi juga orang tua. Orang tua harus berperan penuh dalam penanaman bilai-nilai cinta lingkungan di rumah. Sementara guru bersikap proaktif di sekolah untuk memasukkan unsur-unsur empati dalam setiap pelajaran.
Sebenarnya banyak sekolah yang sudah menuju sekolah berbasis karakter. Namun, mereka hanya sebatas menyosialisasikan dan menjadi sisipan. Padahal, seharusnya integrasi sisipan moral harus dimasukkan dalam silabus pendidikan. Artinya, guru harus menyiapkan sedini mungkin materi-materi sisipan dalam pelajaran sebelum masuk kelas atau yang sering disebut sebagai rencana pembelajaran. Sisipan motivasi, konsep diri, dan perilaku pada anak-anak sangat penting. Ini akan menjadikan meraka calon-calon pemimpin.
Penanaman karakter ini diharapkan bisa mengurangi problem berat yang dihadapi anak bangsa. Seperti, masalah ketidakdisiplinan, kurang empati, plagiat, tidak punya konsep diri, serta malas. Yang paling parah sifat inferiornya. Karena itu, motivasi sudah masuk top urgent. Dengan suntikan motivasi, siswa diharapkan dapat mengamalkan ilmu bukan hanya diri sendiri, tapi bisa bermanfaat bagi orang lain.HAL TERBARU
Berbagai bentuk sekolah muncul dengan "Brand" yang bermacam-macam.Ada sekolah yang berbasis IT. Ada juga sekolah yang berbasis tauhid.Aja juga sekolahyang diberi nama sekolah "kreatif",sekolah "terampil" Bahkan ada pula sekolah yang hanya mengandalkanhasil ujian nasional atau sering disebut dengan sekolah berbasis unas.Dari model yang digagas itu sengaja setiap sekolah menjualnama "Brand image". Hendak di bawa ke mana sekolah ini. Atau apa yangmenjadi kekuatan atau kelebihan bagi sekolah ini. Sekolah yangberbasis IT tentunya lebih menonjolkan IT sebagai penguat sekolah.Semua informasi ke orang tua, bahkan pembelajaran, melalui pendekatanIT. Sementara sekolah yang berbasis tauhid, lebih banyak padapendekatan spiritual.Sejak digulirkannya Ujian Nasional untuk SMP dan SMA serta UjianAkhir sekolah Berstandar Nasional (UASBN), banyak sekolah mendisainsekolah berbasis Ujian Nasional. Semua pendekatan pembelajaranmengarah pada hasil ujian akhir. Ranah kognitif menjadi vokus utama.Sementara untuk afektif dan psikomotor terabaikan. Hal ini telahmemunculkan berbagai polimek dalam pendidikan.Lebih tragis lagi, tidak jarang sekolah keluar dari koridor yangsesungguhnya dalam mendidik anak. Berbagai cara dilakukan agar hasilunasnya bisa tercapai maksimal, 100% dengan hasil terbaik. Praktikkecurangan dilakukan untuk membangun kepercayaan ke masyarakat bahwasekolah ini menghasilkan lulusan yang terbaik. Sampai-sampai munculberbagai kasus, ada yang mencuri soal, ada yang memberikan jawaban dikamar mandi, ada yang mengirimkan SMS, bahkan ada yang melakukankerjasama begitu rapi. Guru membuat kunci jawaban kemudian diberikankepada anak yang duduk di depan dan selanjutnya lembar jawabandiangkat supaya bisa ditiru oleh siswa yang di belakangnya. Jikapraktik seperti ini sudah dimulai sejak di SD. Kita bisamembayangkan, bagaimana pendidikan kita jika hal ini terus dilakukan?Bisa-bisa Indonesia akan meluluskan lulusan pembohong. Mudah-mudahanitu tidak terjadi.Berawal dari realita ini, kami mencoba untuk menggagas "SekolahBerbasis Barakater". Kami sangat menyadari bahwa Ujian Nasionalmeskipun mengundang pro dan kontra, tapi ini realita yang sudahmenjadi bagian dari system pendidikan di Indonesia. Dengan tujuanagar kualitas pendidikan di Indonesia meningkat. Untuk menjawab inisemua, para petinggi pendidikan yang bisa menjawab dengan realitayang ada sekarang ini."Sekolah Berbasis Karakter" kami gagas sejak bulan Januari 2007.konsep ini kami terapkan di Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya. Konsepyang berbentuk buku ini telah diberi komentar oleh Mendiknas, Prof.Dr. H. Bambang Sudibyo, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Dr.Rasiyo, Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Dr. Daniel M. Rasyid.Rektor ITS Prof. Ir. Priyo Suprobo, MS., Ph.D Dan masih banyak lagikomentar dari para tokoh pendidikan di Jawa Timur.Di dalam Buku ini kami berusaha memberikan solusi terhadap masalahyang muncul dalam dunia pendidikan, terutama menyiapkan anak-anakdidik menjadi anak-anak yang memiliki kepribadian utuh. Selain tetappada system yang berjalan, kepribadian anak serta idealisme gurutetap terjaga. Saya tidak berharap dengan adanya sistyem yang adaini, menghapus berbagai potensi yang sudah dimiliki anak. Sehinggaterjadi pembunuhan karakter sejak dini atas nama pendidikan. Lebihjauh lagi, kita semua harus tetap menjaga karakter anak, jangansampai kejujuran mereka ternoda dengan kebohongan-kebohongan untuktujuan sesaat.Kami menuangkan konsep pendidikan yang bertumpu pada sifat dasarmanusia dengan menggunakan tiga pilar utama. Pertama, setiap manusiadilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu memiliki kecenderungan berbuatbaik. Untuk itulah sifat Rasulullah Muhammad SAW menjadi tauladanyang harus dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari agar fitrah ituterus terjaga. Jangan sampai karena tujuan sesaat itu merusak fitrahmanusia. Terutama anak-anak kita. Pilar pertama ini adalahpembentukan moral. Kedua, setiap anak cerdas. Artinya, tidak ada anakyang bodoh, semua anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Untukitulah kecerdasan yang berbeda itu perlu dikembangkan sesuai denganpotensinya. Pilar kedua adalah pengembangan kecerdasan majemuk.Ketiga, setiap aktifitas mempunyai tujuan, begitu pula dalampembelajaran. Untuk itu setiap pembelajaran lebih ditekankan padakebermaknaan pembelajaran. Apa artinya anak sekolah apabila tidakmemiliki makna buat anak itu serta ke depan untuk membangun bangsayang bermoral dan berwibawa. Untuk itulah berbagai pendekatan yangmampu menggugah anak untuk belajar mandiri dalam mencapai tujuannya.Kami berusaha mendekatkan antara output dan outcome.Dalam memahami tiga pilar yang ada, sekolah tidak bisa melangkahsendiri. Ketiga pilar itu perlu dukungan dari orang tua. Antarasekolah dengan orang tua saling memberikan dukungan. Dengan demikianakan terwujud sebuah harapan. Dan semua itu tidak lepas dari rasatanggung jawab yang kuat dan kerja keras untuk tujuan membangunkarakter anak bangsa. "Sekolah Berbasis Karakter" ini bisa diterapkanoleh siapa saja. Sebagaimana saran Dr. Rasiyo agar konsep ini bukanuntuk kalangan tertentu, tetapi semua kalangan bisa melaksanakan. Adabeberapa langkah yang bisa diterapkan dalam konsep ini.Pilar pertama: Pembentukan MoralPada pilar pertama ini penekananya pada pembiasaan dan pendampingan.Ada langkah-langkah untuk pembiasaan dan pendampingan: Pertama,memasukkan konsep moral pada setiap kegiatan pembelajaran dengancara: a) Menanamkan nilai kebaikan kepada anak (Knowing the good), b)Menggunakan cara yang membuat anak memiliki alasan atau keinginanuntuk berbuat baik (Desiring the good), c) Mengembangkan sikapmencintai perbuatan baik (Loving the good), d) Senantiasamelaksanakan perbuatan baik (Acting the good). Kedua, membuat slogan-sloga yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dalam segala tingkah lakumasyarakat sekolah. Ketiga, pemantauan secara kontinyu ataupendampingan guru setiap saat. Pemantauan ini meliputi tiga hal,khususnya dalam soft competence, yaitu perilaku, kosep diri anak, danmotivasi. Keempat, pendampingan orang tua di rumah dengan memberikanpenilaian terhadap perilaku anak di rumah. Selanjutnyadikonsultasikan dengan guru di sekolah.Pilar kedua: Pengembangan Kecerdasan MajemukSetiap anak memiliki kecerdasan. Dengan kata lain, tidak ada anakyang bodoh. Profesor Howard Gardner dalam sebuah penelitiannyamenyatakan bahwa ada minimal 9 kecerdasan yang dimiliki oleh anak.Hal ini memberikan peluang kepada setiap manusia untuk mengembangkansetiap kecerdasan yang dimilikinya. Sembilan kecerdasan itu adalah,kecerdasan spiritual, linguistic, logis-matematik, visual-spasial,kinestetik-jasmaniah, musical, interpersonal, intrapersonal, dannatural.Dengan mengembangkan kecerdasan majemuk di sekolah, maka seorang gurubisa mengetahui gaya belajar anak sesuai dengan kecerdasan yangdimiliki oleh anak sehingga guru juga bisa menyesuaikan dengan gayamengajarnya. Selain itu, guru bisa mengembangkan potensi kecerdasanyang telah dimiliki sebagai benih awal untuk mengarah pada puncakprestasi dan kesuksesan anak. Hal ini dilakukan bersama orang tua.Selama ini masih banyak orang yang terpaku pada tes IQ yang telahdikembangkan oleh Binnet. Hal inilah yang sering membuat orang tuaresah. Dengan hasil tes IQ yang tidak menguntungkan seolah-olah sudahsuramlah masa depan anak. Sejak Daniel Goelman menginformasikan hasilpenelitiannya, bahwa kesuksesan anak 20% ditentukan oleh IQ sementara80% ditentukan oleh Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient(SQ), maka ini dapat mengurangi keresahan orang tua.Pilar Ketiga: Kebermaknaan PembelajaranSekolah haruslah bermakna bagi siswa dan lingkungannya. Apa artinyaanak ke sekolah jika tidak memberikan manfaat. Banyak waktu yangdihabiskan oleh anak di sekolah tetapi tidak mendapatkan apa-apasehingga tidak jarang anak-anak merasa bosan di sekolah dan akhirnyamalas ke sekolah.Untuk mewujudkan agar pembelajaran memiliki kebermaknaan, maka adalangkah-langkah yang strategis untuk dilakukan oleh sekolah atauguru. Pertama, sekolah melihat kebutuhan anak dan masyarakat. Kedua,setiap guru menentukan tujuan materi yang diajarkan kepada anak. Adadua tujuan dalam proses pembelajaran, pertama higt base education,pendidikan yang berorientasi pada kejenjangan. Lulusan memiliki nilaiyang baik sehingga bisa memilih sekolah yang diharapkan. Kedua, broadbase education, pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup.High base education akan menghasilkan output yang baik dan broad baseeducation akan menghasilkan outcome yang berkualitas. Kami mencobamendekatkan antara output dengan outcome.

Minggu, 14 Desember 2008

Pola Asuh Efektif Pola Asuh Anak Dengan Cinta

Pola Asuh Efektif Pola Asuh Anak Dengan Cinta PDF Cetak E-mail

Pola asuh sangat menentukan pertumbuhan anak, jadi hati-hati dalam menerapkannya. Apa, sih, pola asuh itu? Teorinya, menurut Theresia Indira Shanti, Psi.,Msi., pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak. Lebih jelasnya, yaitu bagaimana sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak. Termasuk caranya menerapkan aturan, mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dijadikan contoh/panutan bagi anaknya.

Sayangnya pola asuh yang diterapkan orang tua tak selamanya efektif Malah terkadang dampaknya bagi si kecil bukannya baik tapi buruk. Pola asuh yang terlalu protektif atau memanjakan anak tentu menyebabkan anak menjadi tidak kreatif atau jadi selalu tergantung pada orang lain. Makanya perlu berhati-hati menerapkan pola asuh. Perlu diingat pula pola asuh sangat menentukan pertumbuhan anak, baik dalam potensi sosial, psikomotorik, dan kemampuan afektifnya.

SYARAT POLA ASUH EFEKTIF
Jadi bagaimana pola asuh yang efektif itu? Menurut Shanti, pola asuh yang efektif bisa dilihat dari hasilnya. “Anak jadi paham kenapa harus begini atau begitu. Kenapa tak boleh ini-itu. Kelak, anak akan mampu memahami aturan-aturan di masyarakat secara lebih luas lagi. Misalnya, kalau ketemu orang harus menyapa atau bersalaman, “ ujar psikolog dari Unika Atmajaya, Jakarta ini. Nah, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang. Tapi bagaimana bentuknya? Berikut hal-hal yang bisa dilakukan orang tua demi menuju pola asuh efektif.

1. Pola asuh harus dinamis
Kenapa? Karena pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola asuh untuk anak batita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya, kemampuan berpikir batita kan masih sederhana, jadi pola asuh harus disertai komunikasi yang tidak bertele-tele dengan bahasa yang mudah dimengerti. “Adek enggak boleh memukul Eki, karena kalau dipukul itu sakit!” Tapi anak usia SD pastilah tak mau lagi dianggap anak kecil yang bisa dilarang-larang. Jadi apa pun nilai-nilai yang ingin kita tanamkan mesti disertai dialog terbuka karena mereka sudah tak mudah didikte. Berikan alasan konkret. “Kakak, kok, nonton teve terus? “Lagi asyik nih Ma!’” “Iya, Mama tahu, tapi kalau Kakak nonton terus, nanti PR-nya enggak selesai. Terus besok di sekolah bagaimana dong?”

2. Pola asuh harus Sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak
Ini perlu dilakukan karena setiap anak memiliki minat dan bakat yang berbeda. Shanti memperkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat terlihat. Umpamanya, kala si kecil mendengarkan alunan musik, dia kok tampak lebih tertarik ketimbang anak seusianya. Bisa jadi, ia memang memiliki potensi kecerdasan musikal. Nah, kalau orang tua sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi. Selain pemenuhan kebutuhan fisik, orang tua pun mesti memenuhi kebutuhan psikis anak. Sentuhan-sentuhan fisik seperti merangkul, mencium pipi, mendekap dengan penuh kasih sayang, akan membuat anak bahagia sehingga dapat membuat pribadinya berkembang dengan matang. “Kebanyakan anak yang tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan matang, ternyata sewaktu kecil, ia mendapatkan kasih sayang dan cinta yang utuh dari orang tuanya. Artinya, kalau pola asuh orang tua membuat anak senang, tentu anak bisa berkembang secara optimal,” ujar Shanti.

3. Ayah-ibu mesti kompak
Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi” dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak. Jangan sampai orang tua saling bersebrangan karena hanya akan membuat anak bingung.

4. Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua
Penerapan pola asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami. Kelak diharapkan anak bisa menjadi manusia yang memiliki aturan dan norma yang baik, berbakti dan menjadi panutan bagi temannya dan orang lain.

5. Komunikasi Efektif
Bisa dikatakan komunikasi efektif merupakan sub-bagian dari pola asuh efektif. Syarat untuk berkomunikasi efektif sederhana kok, yaitu luang waktu untuk berbincang-bincang dengan anak. Jadilah pendengar yang baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Bukalah selalu lahan diskusi tentang berbagai hal yang ingin diketahui anak. Jangan menganggap usianya yang masih belia membuatnya jadi tak tahu apa-apa. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran, masukan, atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah dan dapat mengembangkan potensinya dengan maksimal.

6. Disiplin
Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh. Mulailah dari hal-hal kecil dan sederhana. Misalnya, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah atau menyimpan sesuatu pada tempatnya dengan rapi. Lantaran itu, anak pun perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun, penerapan disiplin mesti fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan/kondisi anak. Anak dengan kondisi lelah, umpamanya, jangan lantas diminta mengerjakan tugas sekolah hanya karena saat itu merupakan waktunya untuk belajar.

7. Orang tua Konsisten
Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk. Tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu. Yang penting setiap aturan mesti disertai penjelasan yang bisa dipahami anak, kenapa ini tak boleh, kenapa itu boleh. Lama-lama, anak akan mengerti atau terbiasa mana yang boleh dan tidak. Orang tua juga sebaiknya konsisten. Jangan sampai lain kata dengan perbuatan. Misalnya, ayah atau ibu malah minum air dingin saat sakit batuk.[repro : net/roelly]

Sabtu, 13 Desember 2008

Ekpresi Cinta Eejati Orang Tua

Bagaimana Mengekspresikan Cinta Yang Mendidik?



Cinta Semu dan Cinta Sejati
Menurut kamus, hawa itu artinya keinginan, sedangkan nafsu artinya diri. Hawa nafsu adalah keinginan-diri yang bersifat pribadi, berlebihan, atau keinginan yang belum dipandu / dibimbing oleh nilai-nilai. Inilah yang dikatakan sebagai cinta semu.

Sedangkan cinta nurani adalah energi cinta yang telah mendapatkan bimbingan atau ajaran tentang kebenaran dan kebaikan. Inilah yang dikatakan sebagai cinta sejati. Semua makhluk, termasuk binatang, ditakdirkan memiliki cinta pada anaknya. Yang perlu dibedakan adalah apakah cintanya itu digerakkan oleh nafsu atau oleh nurani.

Output dari cinta semu tidak harus berupa tindakan negatif yang ekstrim buruknya. Tindakan yang menurut kita biasa, tapi ternyata bisa mendatangkan keburukan bagi perkembangan anak di masa akan datang, bisa dikatakan sebagai cinta semu. Contohnya, membelikan anak televisi yang berukuran lebih besar untuk dipasang di kamarnya supaya si Kecil bisa lebih lama dan lebih nyaman menonton tivi, bisa dikategorikan sebagai tindakan yang didasari oleh cinta semu.

Kenapa? Berbagai riset membuktikan, anak yang jam nontonnya melebihi batas normal akan terganggu perkembangan fisiknya (misalnya kegemukan atau lain-lain), emosinya (menjadi anti sosial), intelektualnya (menjadi kurang kreatif), atau mentalnya (terobsesi memiliki barang yang diiklankan) dan lain-lain.

Dua Jiwa Dalam Diri Anak
Dalam kajian psikologi sendiri terdapat dua pendapat tentang anak-anak. Pertama, anak-anak adalah makhluk penerima yang pasif. Jiwa anak (sifat, karakter, dan kepribadiannya) akan terbentuk sesuai pengaruh eksternal yang menyentuhnya. Kedua, anak adalah makhluk inisiator yang aktif. Anak bisa membentuk dirinya sendiri, bahkan sanggup mempengaruhi orang tua.

Untuk pendidikan, kita harus berkesimpulan anak itu bisa diarahkan (dibimbing) karena dia penerima. Tetapi, pada saat yang sama, kita dilarang mendikte, memaksa berlebihan, atau membatasi karena akan menghilangkan kreativitas, jiwa inisiator, dan kemandiriannya. Atau juga menuruti apa maunya, karena bisa menumpulkan daya juangnya.

Mengekspresikan Cinta Sejati
Dalam situasi yang genting, misalnya anak merengek berlebihan untuk dibelikan barang yang menurut kita kurang bermanfaat, mengekspresikan cinta kita tidak harus berupa keputusan menolak permintaannya. Tapi kita bisa bernegosiasi dengan berbagai cara dulu, antara lain:

  • Memahamkan dengan kata-kata
  • Menawarkan pengganti
  • Menunjukkan ketidaksetujuan
  • Menyepakati usulan baru yang mendidik
  • Bersabar / tidak langsung reaktif

Tentu masih banyak cara lagi. Intinya, entah itu akhirnya kita turuti atau tidak, anak perlu memahami wacana gaya hidup yang positif.

Sentuhan yang paling mendasar adalah menunjukkan keteladanan dan menjelaskannya dengan bahasa dan cara yang bisa diterima anak. Selain itu, kita juga perlu mengontrol tayangan televisi yang berpotensi memunculkan pengaruh negatif pada perilaku anak. Semoga bermanfaat.

Minggu, 07 Desember 2008

Cara Gampang buat Blog

Cara Membuat Blog di Wordpress

Wordpress adalah salah satu blog platform yang banyak digunakan saat ini, Wordpress memberikan banyak kemudahan dan kebebasan bagi blogger untuk memodifikasi dan menginstal pluggins. Mungkin ini yang menjadi salah satu faktor yang membuat Wordpress banyak disukai oleh para blogger.

Hal ini juga yang membuat aku menjadi tertarik dan penasaran apa sebenarnya perbedaan antara Wordpress dan Blogspot, dimana letak kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk mengetahuinya mari kita coba membuat blog di Wordpress.

Membuat Blog di Wordpress

Untuk mulai membuat blog di Wordpress pertama kita harus membuat account di Wordpress. Isikanlah data-data yang diminta pada form pendaftaran. Yang perlu diingat adalah alamat Email harus valid, karena melalui alamat email inilah password kita akan diberikan. Pilihan Giveme a Blog maksudnya adalah : jika kita memilih ini maka nama user yang kita gunakan akan menjadi bagian alamat URL blog kita nantinya.

Contoh jika nama user yang dimasukkan adalah namaku maka alamat URL kita nantinya menjadi namaku.wordpress.com. Jika kita memilih Just a username, please maksudnya : kita bisa mengkonfigurasi alamat URL blog secara manual nantinya.

Penting : Wordpress tidak seperti Blogspot yang memberikan kesempatan bagi kita untuk mengubah alamat URL blog, sekali alamat tersebut dibuat maka kita tidak bisa mengubahnya lagi. Karena itu pikirkanlah baik-baik dalam menentukan alamat URL ini. Tips : carilah alamat URL blog yang mudah diingat dan sesuai dengan topik dari blog. Klik tombol Next >> jika sudah menetapkan pilihan.



Setelah kita mengklik tombol Next >> Wordpress akan mengirimkan nama user dan password untuk login ke email yang kita inputkan sebelumnya. Bukalah email tersebut dan cari yang nama pengirimnya Wordpress.com, jika belum ada email tersebut tunggu beberapa saat.

Sambil menunggu kita bisa memasukkan data diri pada form yang ditampilkan selanjutnya, klik tombol Save Profile jika sudah selesai.

Sekarang lihat lagi email kamu, biasanya email yang dikirim Wordpress sudah sampai. Buka dan klik pada link yang diberikan untuk mengaktifkan account yang baru saja dibuat. Maka akan mucul tampilan yang berisi pemberitahuan bahwa account kita sudah diaktifkan.

Sekarang kita sudah bisa login menggunakan nama user dan password yang diberikan. Masukkan nama user dan password, klik tombol Login. Selanjutnya kita akan dibawa menuju halaman depan dari Wordpress.

Untuk masuk ke Dashboard carilah menu dropdown yang bertuliskan My Account. Lalu pilih Global Dashboard. Dashboard merupakan panel utama kita untuk mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan blog.


Sekarang kita bisa mulai mengatur berbagai hal yang berhubungan dengan Blog melalui layar Dasboard ini. Dari sisi tampilan ternyata Wordpress memang lebih menyenangkan dan nyaman untuk dilihat. Ini juga yang menjadi salah satu faktor yang membuat Wordpress disukai.


Nah... menurut kamu mana yang lebih baik ? untuk menjawabnya mungkin sangat tergantung dari masing-masing pribadi. Agar lebih mengenal Wordpress kita harus belajar lebih banyak tentang Wordpress ini.

Sabtu, 06 Desember 2008

MAINAN BUAT MOBIL-MOBILAN

Sekilas Jeruk Bali (citrus maxima)

Bentuk rupa yang besar dengan penampang kulit yang tebal berwarna kuning kehijauan serta isi dagingnya yang berwarna merah dan ada pula yang berwarna putih. Rasanya manis, asam terkadang ada juga yang pahit, kandungan airnya yang banyak, ternyata memiliki manfaat yang luar biasa. Manfaat dari Jeruk Bali tersebut adalah mampu mencegah kanker, menurunkan risiko penyakit jantung, melancarkan saluran pencernaan, menjaga kesehatan kulit, menurunkan kolesterol dan mencegah anemia. Kulit Jeruk Bali yang tebal biasa dibuat orang-orang untuk manisan, rasanya enak sekali dan manis. Adakah manfaat-manfaat lainnya dari Jeruk Bali tersebut?

Mainan Anak-Anak

Mainan anak-anak saat ini jauh lebih baik dan murah dibandingkan dengan mainan anak-anak jaman dulu. Beragam mainan anak-anak yang pada umumnya terbuat dari plastik mendominasi sebesar kurang lebih 80% dari total mainan anak-anak yang ada sekarang ini. Jika dinilai dari harganya, plastik jauh lebih murah dan dapat menekan harga barang mainan. Disamping itu plastik jauh lebih elastis dan tidak mudah pecah atau retak, tergantung dari penampang dan desain plastik itu sendiri dijadikan sebuah mainan. Terpikirkah oleh anda jika plastik-plastik tersebut sudah tidak terpakai lagi? Berapa banyak sampah plastik yang akan dihasilkan dunia tiap harinya? Mampukah semua itu didaur ulang, atau mudahnya saja kebanyakan orang tinggal membuangnya tanpa berfikir dampak kedepannya.

Mainan Ramah Lingkungan

Coba anda ingat-ingat kembali kemasa kecil, pernahkah anda membuat mainan sendiri? Pernahkah anda membuatnya dari bahan tumbuh-tumbuhan yang ramah lingkungan? Saya akan coba kembali menumbuhkan ingatan anda dalam membuat mainan anak-anak dari bahan kulit Jeruk Bali. Disamping manfaat diatas, kulit Jeruk Bali dapat dibuat juga dibuat sebuah mainan anak-anak yang ramah lingkungan, disamping itu dapat menumbuhkan sifat bijak terhadap anak dalam mempergunakan barang-barang yang disediakan oleh Bumi ini. Saya akan menerangkan secara singkat bagaimana membuat mainan tersebut:

1. Belilah sebuah Jeruk Bali, lihat dan perhatikan penampang Jeruk Bali tersebut sebelum mengupasnya.
2. Buatlah tanda dengan ujung pisau sebagai arah irisan, buat dari atas hingga bawah dan jadikan 1/4 bagian dari buah tersebut.
tahap 1
3. Mulailah dengan mengiris secara perlahan (gunakan ujung pisau) atur sehingga ujung pisau hanya mengiris bagian kulitnya saja dan tidak mengiris hingga bagian dalam.
4. Bukalah irisan tersebut sehingga didapat 1/4 bagian kulit buah tersebut.
tahap 2
5. Selanjutnya belahlah 1/4 bagian tersebut dengan arah memanjang menjadi 2 bagian yang sama luasnya.
6. Salah satu bagian (kita sebut badan), potong salah satu ujungnya sehingga terlihat tumpul dan berilah lubang seperti terlihat pada gambar.
tahap 3
7. Lalu kemudian buatlah potongan bagian yang lainnya untuk membuat rodanya menjadi 2 buah, lalu berilah lubang namun jangan sampai tembus ke permukaan dibaliknya.
8. Pada bagian badan berilah lubang pada sisi ketebalannya hingga menembus sisi lainnya (seperti terlihat pada gambar), lalu berilah potongan sedotan plastik sepanjang kedalaman lubang tersebut.
tahap 4
9. Sekarang kita sudah memiliki bagian badan dan 2 buah roda, buatlah poros dengan menggunakan tusuk sate yang terbuat dari bambu (usahakan penampangnya sebulat mungkin) lalu potong sepanjang kedalaman poros ditambah 2 kali ketebalan kulit jeruk tersebut.
10. Saatnya mulai perakitan, rakitlah terlebih dahulu poros bambu masukkan kedalam lubang yang terdapat dibagian badan, baru tancapkan roda pada ujung poros kiri dan kanan bambu tersebut.
11. Berilah jarak antara roda dengan badan agar roda dapat berputar bebas.
tahap 5
12. Akhirnya kita sampai pada bagian akhir dari pembuatan mainan yang ramah lingkungan, ikatkanlah benang pada bagian badan pada ujung tumpulnya yang telah diberi lubang sebelumnya (agar lubang tidak cepat aus tergesek benang, berilah sedotan plastik pada lubang tersebut sehingga benang tidak langsung kontak dengan bagian badan tersebut).
13. Mobil-mobilan mini ini siap untuk diberikan kepada buah hati anda.
hasil akhir

Hal-hal yang harus diperhatikan:

  1. Hadirkan anak anda selama proses pembuatan mainan ini, karena yang terpenting dari mainan ini adalah proses pembuatannya sebagai bahan dasar pelajaran praktikum bagi sang anak.
  2. Jika anak anda banyak bertanya, berilah jawaban yang mudah dan masuk akal bagi sang anak.
  3. Hindari pisau dari sang anak, sebaiknya gunakan cutter sehingga apabila tidak dipergunakan bisa langsung diamankan kedlam saku anda dan tidak dijamah oleh sang anak.
  4. Ceritakanlah masa kecil anda (selama anda membuat mainan ini) kepada anak, agar mereka kelak bangga memiliki orang tua yang cerdik dan bijak.
  5. Ajak anak-anak tetangga atau teman anak anda jikalau bisa, maksudnya adalah untuk melatih sang anak bekerja dalam sebuah tim.
  6. Usahakan membuat modifikasi-modifikasi bentuk dari mainan ini, agar tradisi membuat mainan sendiri bagi sang anak berkembang dari masa ke masa. Contohnya anda bisa membuatnya menjadi 2 buah dan diberi tambatan sehingga bisa dikatakan seperti kereta atau truk gandeng, ceritakan maksud modifikasi tersebut kepada anak anda. Rangsanglah daya hayal mereka sehingga sang anak berani mengutarakan modifikasi yang ia inginkan, dan ini pertanda baik bagi anak anda.
  7. Luangkan waktu anda bersama anak anda dalam hal-hal yang bersifat merubah kebiasaan buruk pada anak anda, maksudnya adalah jadikan hal-hal seperti ini sebagai salah satu jadwal bermain sang anak (belajar sambil bermain).

Semua tergantung anda, proses mendidik anak dengan memperkenalkan tehnik sederhana merupakan awal rangsangan sang anak dalam menjamah tehnologi. Ini sifatnya tradisional namun dampaknya adalah sebuah proses mengenal tehnik manufaktur secara mini yang dapat diberikan kepada anak anda kelak didunia nyata.

Orang tua hebat

Perkembangan Kecerdasan anak. ada ditangan anda..!
Saudara… Siapakah yang paling bertanggung jawab terhadap kecerdasan anaknya ? Apakah sekolah, guru, lingkungan atau pemerintah ? Bukan ! Bukan semuanya.


Yang paling bertanggung jawab terhadap kecerdasan anak Anda adalah Anda sendiri sebagai orang tua. Mengapa demikian ? Berikut beberapa alasannya :

  • Orang tua adalah "sekolah" pertama bagi kehidupan anak. Dari orang tuanya anak mendapatkan semua materi pelajaran kehidupan ini, untuk yang pertama kalinya.
  • Orang tua adalah yang paling mengetahui anaknya. Karena itulah, ia adalah orang yang paling mengerti bagaimana memaksimalkan pengembangan kecerdasannya
  • Anak menghabiskan sebagian besar waktu bersama orang tua. Karena itu, apa yang didapatkan anak dari orang tuanya akan menentukan bagaimana perkembangan kecerdasannya.
  • Masa anak adalah masa keemasan bagi perkembangan kecerdasan. Sehingga perlakukan orang tua, sangat menentukan bagaimana tingkat kecerdasannya kelak
  • Orang tua adalah pemegang amanah atas anak dari Tuhan. Karena itulah, ia menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas anaknya, termasuk dalam masalah pengembangan kecerdasannya.

Melihat begitu besarnya peran orang tua bagi perkembangan kecerdasan anak dan pendidikan anak, maka sudah selayaknya setiap orang tua memperhatikan masalah ini dengan lebih serius

Karakter Guru, Cetak Guru Karakter Siswa


GURU adalah orang yang telah memanggul tanggung jawab sebagai salah satu pembentuk karakter manusia. Dan sumbangan karakter guru termasuk yang paling kontributif. Karena pengaruh seorang guru terhadap anak didiknya hampir sebesar pengaruh orang tua terhadap anaknya. Bahkan, kadang kita sering menemui seorang anak, ketika diperintah oleh orangtuanya tidak mau mengerjakan, tetapi kalau diperintah guru dia mau mengerjakan. Walaupun hanya kasuistik, tapi itu mencerminkan bahwa pengaruh guru terhadap siswa sangatlah besar, termasuk dalam proses pembentukan karakternya. 'Guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari' ungkapan yang sudah tidak asing bagi kita semua.

Sekolah-sekolah formal (SD, SMP dan SMA) memiliki porsi belajar yang dirancang untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup sebagai bekal hidup. Selama kurang lebih 7 jam perhari di sekolah sebagai peserta didik oleh guru. Dari 7 jam perhari itu, diharapkan karakter siswa terbangun. Baik melalui proses belajar mengajar ataupun interaksi antar civitas akademika. Tetapi jika kita amati dan sadari, ternyata dari sekian waktu interaksi antara guru dan anak didik, yang terjadi adalah proses transfer ilmu pengetahuan, bukan pada proses pembentukan karakter yang utuh. Sebagian besar waktu di kelas tersedia untuk menghabiskan target kurikulum yang diminta oleh dinas pendidikan. Sehingga ikatan emosi antara guru dengan anak didik terasa hambar. Dan bahkan, kesan ikatan yang tercipta seperti layaknya penjual dan pembeli. 'Apa yang saya berikan, harus mendapatkan imbalan yang setimpal, atau bahkan harus untung' setidaknya begitulah ekstrimnya, atau bahkan itu sudah lumrah.

Padahal setelah pulang sekolah, waktu yang dilalui seorang anak mempunyai pengaruh yang sama dengan lingkungan sekolah terhadap karakternya. Sedangkan kita semua mafhum, bahwasanya saat ini lingkungan luar sekolah memiliki sumbangan yang relatif kurang baik untuk pembentukan karakter anak. Saat ini kita akan mudah menemukan anak SMP berpacaran layaknya mahasiswa (orang dewasa). Kita akan mudah menemukan anak SMP bergaya hidup seperti orang dewasa, membentuk geng, berkonflik dengan teman hanya karena urusan cewek/cowok, dan lain-lain. Maka bukannya pesimis, tetapi jika hal ini tidak ada langkah preventif di dunia pendidikan, maka pendidikan kita hanya akan menghasilkan siswa yang pintar tetapi tidak berkarakter sebagai seorang yang terdidik. Atau bahkan lebih ironis, sudah tidak begitu pintar tidak berkarakter pula.

Sebagai orangtua, kita akan lebih senang melihat anak yang berakhlak baik, sopan, dan menghormati terhadap orang yang lebih tua. Dan kita akan lebih senang lagi kalau anak itu ternyata adalah anak yang pandai. Kalaupun ternyata tidak pandai, kita tidak mempermasalahkan. Tetapi, kita akan kecewa jika mengetahui anak yang pandai dan jenius, tetapi ternyata mempunyai akhlak yang buruk, tidak tahu tatakrama, dan sombong. Oleh sebab itu kita sudah pasti sepakat bahwa tugas pendidikan membentuk karakter kepribadian anak tidak hanya pandai akademis, tetapi juga akhlak. Tetapi bukankah di sekolah ada pelajaran yang menuntun akhlak?. Memang, akan tetapi hal itu hanya sebagian kecil terjadi. Dari struktur kurikulum kita akan tahu, berapa jumlah jam untuk mata pelajaran tersebut. Tentu sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah jam mata pelajaran yang di UNAS-kan. Dari jumlah yang sedikit itupun, proses pengikatan emosional guru dengan siswa yang terbentuk juga tidak sepenuhnya. Karena suasana kelas yang dikelola untuk mengejar target materi akan bernuansa transfer ilmu, bukan nuansa intim, harmonis, kekeluargaan. Indikator hasil belajar seperti ini akan bisa kita lihat setelah anak pulang dari sekolah. Ketika sudah keluar dari gerbang sekolah atau di luar jam sekolah ikatan antara guru dan murid seakan akan sudah terputus. Akan lebih banyak dari mereka menganggap seorang guru, hanya menjadi guru ketika di sekolah. Saya kira pendapat ini disepakati juga oleh sebagian kecil guru. Hal ini menunjukkan ikatan emosional antara anak dan guru -sebagai orang tua- belumlah terjalin dengan harmonis. Apa lagi jika seorang guru beranggapan siswa tidak akan belajar darinya ketika berada di luar kelas. Tentu itu adalah kekeliruan yang besar.

Oleh karena itu, tugas pembentukan karakter siswa sudah saatnya kita panggul lagi. Kita-semua guru dari mata pelajaran apapun- sudah saatnya mengambil lagi tugas kita untuk bersama-sama mendidik, menata mozaik karakter anak didik sesuai dengan mata pelajaran masing-masing. Ikatan emosional kita sebagai "orang tua" harus lebih terjalin dengan erat. Boleh kita tidak hafal dengan nama anak-anak didik kita karena jumlahnya yang banyak, tetapi kita tidak boleh lupa dengan status kita sebagai orang tua mereka. Seorang pakar pendidikan mengatakan ' . maka sesungguhnya orangtua itu adalah penyebab wujudnya yang sekarang dan hidup fana. Sedangkan guru itu merupakan penyebab hidup yang kekal'. Pakar pendidikan ini adalah Imam al Gazali.

Seorang guru -tidak hanya guru agama- adalah seorang pemberi petunjuk, dalam hymne guru disebutkan "engkau sebagai pelita dalam kegelapan". Petunjuk yang diberikan guru adalah petunjuk hidup yang membangun karakter. Sedangkan karakter manusia seutuhnya yang utama adalah sadar sebagai mahluk Tuhan YME. Maka arah utama petunjuk guru dalam pengembangan karakter anak didik adalah petunjuk ke jalan yang mendekatkan kepada Tuhan YME. Apapun mata pelajaran yang kita sampaikan, muatan religius yang mengarahkan anak didik kepada kedekatan dengan Tuhan YME adalah sebuah keniscayaan. Sampai di mana tingkat kemampuan penyerapan siswa terhadap materi pelajaran di situ pula guru akan mengantarkan petunjuknya ke jalan mendekati Tuhan. Ini bukan berarti kita menafikan pelajaran akademis, tetapi kembali lagi kita ingat, bahwa karakter kepribadian anak -telah kita sepakati- lebih utama dari pada kepandaian tanpa karakter. Karena menunjukkan murid ke jalan Tuhan itulah Al Ghazali mengatakan Guru adalah penyebab manusia hidup yang 'kekal'.

Terakhir, sebagai bahan renungan agar kita lebih ingat tugas mulia seorang guru mari kita simak ucapan Al Ghazali berikut ini : 'Wujud yang paling mulia di permukaan bumi ini adalah jenis manusia. Dan bagian yang paling mulia dari hakekat manusia adalah hatinya. Guru bekerja menyempurnakan, membesarkan, membersihkan dan menggiring hati mendekat kepada Allah Swt. Maka pangkat yang manakah yang lebih terhormat daripada hamba itu menjadi perantara antara Tuhan dengan mahluk-Nya dan kelak akan digiringnya ke surga al Ma'wa'. Amin.

Salam.
Ibnusyahvie

KECERDASAN PLUS KARAKTER

Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.

Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).

Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah.

Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya.

Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah, dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.

Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir besar dunia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).

Sabtu, 29 November 2008

Anak-anak berkarakter


Mereka merupakan manusia yang terbaik dari karya terbaik Tuhan, didik mereka dengan hati dan kasih sayang.

Membentuk Karakter anak

MEMBENTUK KARAKTER ANAK

Hoho, gayung bersambut, berhubung hunting buku parenting gak dapet, eee di milist acesia dapet kiriman artikel bagaimana membentuk karakter anak. Kushare yah, semoga bermanfaat.

Kalau selama ini di rubrik pengembangan diri yang saya tulis lebih banyak mengupas tentang pengembangan diri kita pribadi, maka pada kesempatan ini kita akan belajar bagaimana membentuk dan mengembangkan karakter orang lain, khususnya anak kita sendiri. Ya, karena sebenarnya kualitas kepribadian anak kita merupakan tanggung jawab kita seutuhnya. Apakah anak kita nantinya akan menjadi seorang berandalan, atau seorang yang sukses, sangat ditentukan oleh karakter yang kita bentuk, terutama saat anak tersebut berusia antara 3 hingga 10 tahun. Buat anda yang belum memiliki anak pun, setidaknya bisa menjadi bekal dalam menyiapkan pendidikan karakter buat anak anda.

Nah, pendidikan macam apa yang perlu kita tekankan sejak awal ?

1. Pendidikan keagamaan

Ini adalah hal yang utama perlu ditekankan pada seorang anak ; seorang anak perlu tahu siapa Tuhannya, cara beribadah, dan bagaimana memohon berkat dan mengucap syukur. Tunjukkan buku, gambar, dan cerita-2 yang bisa menginspirasi si anak yang berhubungan dengan keagamaan tersebut.

Jika memungkinkan, ajak anak anda untuk ikut ke tempat ibadah bersama. Semakin dini kita menanamkan hal ini pada seorang anak, akan semakin kuat ahlak dan keyakinan akan Tuhan di dalam diri anak kita.

2. Kualitas input yang diterima

Seorang anak pada usia dibawah 10 tahun belum mempunyai fondasi yang kuat dalam prinsip hidup, cara berpikir, dan tingkah laku. Artinya, semua hal yang dilihat, didengar, dan dirasakan olehnya selama masa pertumbuhan tersebut akan diserap semuanya oleh pikiran dan dijadikan sebagai dasar atau prinsip dalam hidupnya. Adalah tugas orang tua untuk memilah dan menentukan, input-2 mana saja yang perlu dimasukkan, dan mana yang perlu dihindarkan. Menonton televisi misalnya, tidak semua acara itu bagus. Demikian juga dengan membaca majalah, menonton film, mendengarkan radio, dan sebagainya.

3. Anak adalah peniru yang baik

Ada istilah "Monkey see, Monkey Do" ; artinya seekor monyet biasanya akan bertindak berdasarkan apa yang telah dilihatnya. Demikian pula seorang anak. Anak perlu figur seorang tokoh yang dikagumi, yang akan ditiru di dalam tindakan sehari-harinya. Pilihan utamanya biasanya akan jatuh pada orang tua. Dan seorang anak akan lebih percaya pada apa yang dilihat daripada apa yang dikatakan orang tua. Jadi saat orang tua mengatakan satu nasehat, misalnya jangan tidur malam-malam, tapi orang tuanya sendiri selalu bekerja sampai larut malam, jelas ini bukan cara mendidik yang baik. Ajarkan sesuatu melalui contoh, dengan tindakan kita sendiri, akan membuat anak meniru dan mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan dan karakter di dalam pertumbuhannya.

4. No Pain No Gain

Apa yang akan anda lakukan sebagai orang tua apabila anak anda merengek-rengek, bahkan menangis minta dibelikan sebuah mainan ? Ada dua jenis jawaban yang biasanya saya lihat. Jenis orang tua yang pertama biasanya akan langsung membelikan mainan tersebut agar si anak bisa langsung diam dari tangisannya, dan tidak merepotkan orang tuanya

Dalam jangka panjang, sikap seperti ini akan membuat anak mempunyai karakter yang lemah, kurang tangguh, karena sudah dibiasakan diberi apa yang diinginkannya. Jenis orang tua yang kedua, biasanya akan menolak permintaan si anak dengan tegas, mungkin sambil memarahi atau mencuekkan begitu saja. Dalam jangka panjang, si anak akan mempunyai sifat yang acuh, kurang peduli dengan dirinya sendiri, kalau ditanya apa cita-cita atau keinginannya biasanya akan dijawab tidak tahu. Nah, anda sebagai orang tua bisa mencoba menambahkan alternatif pilihan ketiga, yaitu gabungan dari keduanya. Saya mengistilahkan gabungan ini dengan No Pain No Gain. Jadi saat seorang anak meminta sesuatu misalnya, kita bisa memberikannya dengan syarat tertentu. Contoh, seorang anak minta mainan pada kita sebagai orang tuanya, maka kita bisa mensyaratkan ha-hal tertentu sebagai `kerja keras' yang harus dilakukan. Misalnya, si anak harus membantu si ayah mencuci mobil selama sebulan, atau membantu ibu membuang sampah setiap hari, baru kemudian si anak mendapatkan mainan tersebut. System No Pain No Gain ini dalam jangka panjang akan membentuk karakter yang kuat dan tangguh dari si anak, karena mereka sejak kecil sudah dibiasakan harus bekerja dulu baru mendapatkan hasil.

5. Tiga perilaku dasar dalam berkomunikasi

Sejak kecil, seorang anak perlu dididik tiga perilaku dasar dalam komunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Yang pertama adalah harus belajar mengucapkan "terima kasih" kepada siapa saja yang sudah memberikan sesuatu kepadanya, yang kedua adalah harus belajar mengucapkan kata "tolong" apabila ingin meminta bantuan kepada orang di sekitarnya, dan yang ketiga adalah belajar mengucapkan kata "maaf" apabila memang bersalah. Kelihatannya memang sederhana, tapi coba lihat, berapa banyak orang yang merasa dirinya sudah dewasa yang terbiasa mengucapkan kata-kata tersebut ? Kalau anak kita sudah terbiasa mengucapkannya sejak kecil, perilakunya akan lebih menghargai orang lain.

Karakter, kepribadian, dan kualitas seorang anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan input yang diterimanya dari orang tua. Bila orang tua kurang memberikan bimbingan ini secara maksimal, maka peran ini akan diambil alih oleh lingkungan, yang mana bisa memberikan berbagai macam input yang lebih banyak negatifnya daripada positifnya. Mari, kita sebagai orang tua mulai menyadari kembali peran kita dalam mendidik mental anak kita, agar dapat menjadi manusia yang tangguh. Sukses untuk anda !

Manusia Visioner

Jadikan hidup penuh warna dengan selalu memiliki karakter.